Ketika Kita Marah dengan Cara Santun, Apakah Ada Yang Salah dan Menjadi Rendah
Detik.in – Dari sahabat Sulaiman bin Surd, beliau menceritakan, “Suatu hari saya duduk bersama Rasulullah. Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah merah wajahnya dan urat lehernya memuncak. Kemudian Rasulullah bersabda, ‘Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz: A’-uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang’. (HR. Bukhari dan Muslim).
Marah memang lumrah. Akan tetapi sebegitukah apabila kita marah harus seperti orang kesurupan yang hilang kendali. Atau seperti hewan yang menggunakan otot dan taringnya. Sehingga tidak memikirkan lagi apa dampak buruk dari perbuatan itu baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.
Kita bisa kalau mau. Mengubah kekuatan dasyat amarah menjadi satu kekuatan positif yang lebih bermanfaat dari pada berdampak negatif pada akkhirnya.
Apalagi marah yang hanya dikarenakan oleh kesalahan yang sepele. Bukankah disamping tidak baik untuk kesehatan juga akan hanya membuat malu diri kita atau orang lain. Kenapa harus marah jika hakikatnya hanya ingin kita dianggap paling kuat, harus dipentingkan, ditakuti atau bahkan menunjukkan diri yang paling benar.
Akankah lebih baik jika keinginan semua itu jika kita upayakan dengan cara santun. Ada baiknya kemarahan itu kita lampiaskan dengan cara elok. Kita semua pastinya yakin, bahwa inti dari kemarahan hanyalah penyampaian untuk menunjukkan atau agar dia ( yang kita marahi) faham dan tahu yang seharusnya. Kan, tidak juga harus dengan melotot, mencaci, memukul dan perbuatan lain yang tidak selayaknya tho..?!
Ups, jadi minterin nich hehehe…oke, acuhkan saja jika dirasa tidak bermanfaat. Kali ini saya hanya akan berbagi, Tips bagaimana mengatasi Marah. Seperti yang dianjurkan oleh Rosulullohi sholallohu’alaihi wassalam. Yang diantara tuntunannya adalah sebagai berikut :
Ketika marah diamlah. Biasanya bawaan orang marah adalah ngomel, nrocos, mbentak atau ngoceh tanpa aturan. Sehingga bisa jadi dia bicara sesuatu yang mengundang murka Allah, mengkafirkan, melaknat, menjek-jelekan, menghina dan lain sebagainya. Oleh karena itulah, diam merupakan solusi atau bisa menjadi tips mujarab untuk menghindari timbulnya dosa yang lebih besar.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda, “Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih).
Ucapan kekafiran, celaan berlebihan, mengumpat takdir, dan seterusnya, bisa akan dicatat oleh Allah sebagai tabungan dosa. Rasulullah mengingatkan, “Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia tidak terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka yang dalamnya sejauh timur dan barat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan sekiranya hadits ini cukup untuk pengendalian kita dari nyletuk yang bukan-bukan ketika marah.
Atau merendahlah, merendah bukan berarti rendah bukan? Seperti yang saya singgung diatas, salah satu kecenderungan orang marah adalah ingin selalu lebih tinggi, dan lebih-lebih lainnya. Semakin dituruti, dia semakin ingin lebih tinggi bisa melampiaskan amarahnya sepuasnya.
Karena itulah, Rasulullah memberikan saran sebaliknya. Yakni, agar marah diredam dengan mengambil posisi yang lebih rendah dan lebih rendah. Dari Abu Dzar, Rasulullah menasehatkan, “Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur.” (HR. Ahmad 21348, Abu Daud 4782 dan perawinya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).
Dan yang terakhir, Marah yang jelas dari setan, karena setan terbuat dari api. Panas api akan bisa dadamkan dengan air yang dingin. Terdapat hadis dari Urwah As-Sa’di, yang mengatakan, “Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu.” (HR. Ahmad 17985 dan Abu Daud 4784).
Semoga bermanfaat…
from DETIK INDONESIA NEWS http://ift.tt/2sfp90N
via IFTTT
Post a Comment